Selasa, 17 November 2015

Asuransi Pengangkutan dan Asuransi Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkutan


Container Ship

Suatu kontrak pengangkutan biasanya terjadi antara dua pihak yaitu pengirim dan penerima barang. Namun suatu kontrak pengangkutan juga bisa terjadi antara tiga pihak yaitu pengirim, perusahaan pengangkutan dan penerima barang.

Posisi perusahaan pengangkutan dalam kontrak pengangkutan pada umumnya ialah bertanggung jawab dalam menangani pengiriman barang mulai sejak barang diterima dari pengirim kemudian dinaikkan ke atas kendaraan pengangkut (baik jalur darat, laut, udara atau kombinasi ketiganya) hingga barang diturunkan di alamat tujuan terakhirnya atau alamat penerima.

Perusahaan asuransi yang umumnya menggunakan jaminan Institute Cargo Clause (A, B atau C) dapat memberikan ganti rugi kepada tertanggung yaitu pihak pengirim atau pemilik barang untuk setiap kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang yang dikirim selama pengangkutan berlangsung.

Dasar dari jaminan ganti rugi kepada tertanggung disebutkan dalam ketentuan 15.1 Institute Cargo Clause mengenai Benefit of Insurance yang berbunyi :

This insurance covers the Assured which includes the person claiming indemnity either as the person by or on whose behalf the contract of insurance was effected or as an assignee.

Ketentuan diatas dapat diartikan (terjemahan bebas) sebagai berikut :

Asuransi ini menjamin tertanggung yang termasuk seseorang yang mengajukan ganti rugi baik sebagai seseorang yang disebutkan atau yang mewakili dalam kontrak asuransi atau pihak yang ditunjuk.

Apakah perusahaan pengangkutan termasuk dalam definisi tertanggung yang disebutkan oleh ketentuan 15.1 diatas?

Jawabannya setidaknya terdapat pada dua ketentuan berikut :

Pertama, ketentuan 15.2 mengenai Benefit of Insurance yang berbunyi :

This insurance shall not extend to or otherwise benefit the carrier or other bailee.

Ketentuan diatas jelas menyebutkan bahwa Institute Cargo Clause tidak dapat diperluas untuk memberikan manfaat atau keuntungan pada pihak carrier atau perusahaan pengangkutan atau pihak bailee lainnya.

Definisi bailee menurut Google Translate adalah a person or party to whom goods are delivered for a purpose, such as custody or repair, without transfer of ownership. Berdasarkan definisi tersebut, bila ada pihak yang ditujukan dalam suatu pengiriman barang tapi tidak disertai pemindahan hak milik (misal : suatu mobil yang dikirim ke bengkel untuk diperbaiki) maka pihak tersebut dapat dinyatakan sebagai bailee dan tidak dapat dijamin dalam Institute Cargo Clause.

Kedua, ketentuan 16.2 mengenai Duty of Assured yang berbunyi :

It is the duty of the Assured and their employees and agents in respect of loss recoverable hereunder to ensure that all rights against carriers, bailees or other third parties are properly preserved and exercised.

Ketentuan 16.2 diatas mengatur bahwa tertanggung, karyawan dan agennya dalam hal terjadi suatu kerugian yang dijamin, mereka harus memastikan bahwa hak mereka untuk menuntut perusahaan pengangkutan, bailees, dan pihak ketiga lainnya tetap terjaga dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, bila terjadi kerusakan pada barang yang dikirim dimana penyebabnya adalah kesalahan atau kelalaian dari perusahaan pengangkutan, maka tertanggung berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada perusahaan pengangkutan.

Contoh :
Pada pengiriman beberapa set peralatan makan yang menggunakan jasa ekspedisi, pihak ekspedisi ternyata tidak memberi tanda barang pecah belah (fragile) pada kardus dan tidak melakukan penataan barang secara baik diatas mobil pengangkut. Ketika peralatan makan sampai di alamat tujuan ternyata ada beberapa item yang rusak dan pecah. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa kerusakan terjadi ketika dalam perjalanan akibat tertimpa barang disebelahnya. Karena penyebabnya merupakan kelalaian dari pihak ekspedisi dalam menata barang-barang diatas mobil pengangkut maka pemilik barang dapat mengajukan tuntutan ganti rugi ke pihak ekspedisi.

Dengan adanya ketentuan 15.2 dan 16.2 pada Institute Cargo Clause, maka perusahaan pengangkutan tidak diperbolehkan menjadi tertanggung dan tidak berhak atas setiap ganti rugi dari asuransi.

The Unloading Process of Cargo

Kemudian bagaimana bila perusahaan pengangkutan ingin mengasuransikan risiko kegiatan usahanya?

Risiko yang dimiliki oleh perusahaan pengangkutan adalah tanggung jawab hukum atas kerusakan atau kehilangan barang yang dikirim. Asuransi dapat memberikan jaminan ganti rugi atas risiko tersebut melalui polis Carrier's Liability Insurance atau Asuransi Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkutan.

Jaminan yang diberikan dalam polis Asuransi Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkutan pada dasarnya adalah seluruh tanggung jawab hukum yang dimiliki perusahaan pengangkutan untuk setiap kerusakan atau kehilangan pada barang yang dikirim yang terjadi selama jangka waktu pertanggungan polis.

Namun perlu diingat bahwa polis Asuransi Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkutan juga memiliki risiko-risiko yang dikecualikan diantaranya tanggung jawab hukum perusahaan pengangkutan yang muncul dari :
  • Kendaraan pengangkut yang dikendarai oleh tertanggung atau karyawannya yang sedang dalam pengaruh alkohol, obat-obatan, dan tidak memiliki ijin mengemudi resmi dari kepolisian.
  • Kendaraan pengangkut yang dikendarai secara tidak hati-hati dan membahayakan pihak lain.
  • Kelalaian yang disengaja oleh tertanggung atau karyawannya.
  • Kehilangan pasar, keterlambatan atau kerugian lanjutan dalam bentuk apapun.
Oleh karena itu perusahaan pengangkutan yang ingin mengasuransikan risiko kegiatan usahanya diharapkan dapat membaca seluruh ketentuan yang ada dalam polis Asuransi Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Pengangkutan sebelum terjadi risiko.

Keep learning ;-)

Senin, 09 November 2015

Jaminan Maintenance Period Pada Polis Contractor's All Risks (CAR)


An engineer doing a maintenance work

Dalam setiap perjanjian kontrak proyek konstruksi antara pihak pemilik dengan pihak pelaksana (kontraktor), biasanya selalu dicantumkan adanya ketentuan atau jaminan masa pemeliharaan atas pekerjaan yang dilakukan dimana kewajiban itu menjadi tanggung jawab kontraktor. 

Asuransi melalui polis Contractor's All Risks (CAR) juga menyediakan jaminan untuk pihak kontraktor atas masa pemeliharaan tersebut melalui perluasan jaminan yang disebut endorsement. Namun satu hal menarik yang umumnya menjadi pertanyaan tertanggung adalah : 

"Jaminan apa yang diberikan oleh asuransi dalam masa pemeliharaan tersebut?"

Dalam perluasan polis CAR, ada tiga jenis endorsement yang memberikan jaminan selama masa pemeliharaan. Untuk itu mari kita bahas satu persatu dibawah ini :

[A] Endorsement 003 : Maintenance Visits Cover

It is agreed and understood that otherwise subject to the terms, exclusions, provisions and conditions contained in the Policy or endorsed thereon and subject to the Insured having paid the agreed extra premium, this insurance shall be extended for the maintenance period specified hereunder to cover solely loss of or damage to the contract work caused by the insured contractor(s) in the course of the operations carried out for the purpose of complying with the obligations under the maintenance provisions of the contract.

Yang perlu menjadi fokus utama kita adalah kata-kata yang dicetak tebal yang artinya adalah : 

Asuransi ini diperluas selama jangka waktu atau masa pemeliharaan untuk menjamin semata-mata kerugian atau kerusakan pada pekerjaan kontrak yang disebabkan oleh kontraktor yang diasuransikan selama melakukan pekerjaan (operations) yang dilakukan dengan tujuan memenuhi kewajiban berdasarkan ketentuan pemeliharaan yang ada di kontrak.

Yang perlu diperjelas disini ialah jaminan endorsement 003 dibatasi untuk setiap kerusakan atau kerugian pada proyek konstruksi yang disebabkan oleh pekerjaan yang dilakukan kontraktor pada masa pemeliharaan. Sehingga apabila terjadi risiko yang penyebabnya bukan dari pekerjaan kontraktor maka kerusakan tersebut tidak dijamin oleh asuransi (contoh : bencana alam seperti banjir, petir, angin badai, gempa bumi, dst).

Lalu jenis kerusakan apa yang dijamin oleh endorsement 003

Contoh : 
Pada masa pemeliharaan, kontraktor melakukan inspeksi pada sebuah roda gigi mesin rolling mill dan merusak roda gigi tersebut sewaktu membukanya, maka kerusakan tersebut dijamin oleh asuransi.

[B] Endorsement 004 : Extended Maintenance Cover

It is agreed and understood that otherwise subject to the terms, exclusions, provisions and conditions contained in the Policy or endorsed thereon and subject to the Insured having paid the agreed extra premium, this insurance shall be extended for the maintenance period specified hereunder to cover solely loss or damage to the contract works 
  • caused by the insured contractor(s) in the course of the operations carried out for the purpose of complying with the obligations under the maintenance provisions of the contract,
  • occurring during the maintenance period provided such loss or damage was caused on the site during the construction period before the certificate of completion for the lost or damaged section was issued.
Sebagaimana dapat kita lihat diatas, endorsement 004 serupa dengan endorsement 003 namun ditambah dengan jaminan pada poin kedua yaitu : 

Kerugian atau kerusakan pada pekerjaan kontrak yang terjadi selama masa pemeliharaan dengan syarat kerugian atau kerusakan tersebut terjadi di lokasi selama jangka waktu konstruksi sebelum sertifikat penyelesaian untuk bagian yang hilang atau rusak diterbitkan.

Ketentuan diatas menegaskan bahwa asuransi memberikan jaminan untuk kerusakan atau kerugian pada proyek konstruksi yang terjadi selama masa pemeliharaan dengan syarat khusus yaitu penyebab kerusakan atau kerugiannya berasal dari pekerjaan selama masa konstruksi masih berlangsung.

Contoh :
Sewaktu masa pemeliharaan terjadi kerusakan pada poros motor mesin genset. Setelah ditelusuri ternyata penyebab kerusakannya ialah penyetelan kesejajaran poros motor tersebut yang tidak sesuai dengan mesin pemutarnya yang merupakan kesalahan pemasangan. Oleh karena itu kerusakan tersebut dijamin oleh asuransi melalui endorsement 004.

[C] Endorsement 201 : Guarantee Cover

It is agreed and understood that otherwise subject to the terms, exclusions, provisions and conditions contained in the Policy or endorsed thereon and subject to the Insured having paid the agreed extra premium, this insurance shall be extended for the guarantee period specified hereunder to cover solely loss of or damage to the insured items resulting from faults in erection, faulty design, defective material or casting, and/or bad workmanship, but excluding the costs the insured would have incurred for rectifying the original fault had such fault been discovered before the loss occurred.

This extension shall not cover any loss or damage arising directly or indirectly from or in connection with fire, explosion, and/or any Acts of God nor shall it cover any third party liability.

Endorsement 201 diatas menyebutkan :

Asuransi ini diperluas selama masa garansi atau pemeliharaan untuk menjamin semata-mata kerugian atau kerusakan pada barang-barang yang diasuransikan yang berasal dari kesalahan pemasangan, kesalahan desain, cacat material atau penuangan, dan/atau kesalahan pengerjaan, tetapi  mengecualikan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk memperbaiki penyebab kesalahan tersebut bila kesalahan tersebut ditemukan sebelum kerugian terjadi.

Dari ketentuan diatas, dapat kita ketahui bahwa endorsement 201 jaminannya lebih luas daripada endorsement 003 dan 004, namun menerapkan pengecualian khusus yaitu biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk memperbaiki kesalahan yang menjadi penyebab rusaknya barang yang diasuransikan dengan syarat kesalahan tersebut sudah ditemukan atau diketahui sebelum kerugian terjadi.

Contoh :
Pada masa pemeliharaan, impeller suatu pompa sentrifugal rusak karena adanya cacat material pada poros yang memutar impeller tersebut. Cacat material pada poros ternyata sudah diketahui oleh kontraktor ketika pemasangan pada masa konstruksi. Melalui endorsement 201, asuransi akan menjamin kerusakan pada impeller namun tidak menjamin biaya yang harus dikeluarkan tertanggung untuk mengganti poros yang cacat tersebut.

Broken Impeller 

Selain pengecualian khusus diatas, paragraf selanjutnya juga menyebutkan bahwa endorsement 201 tidak menjamin kerusakan atau kerugian yang timbul secara langsung atau tidak langsung dari atau berhubungan dengan kebakaran, ledakan, dan/atau segala jenis Acts of God seperti bencana alam dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.

Dari ketiga jenis endorsement diatas, dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
  • Risiko yang dijamin oleh asuransi pada masa pemeliharaan bukanlah jaminan asli polis CAR melainkan hanya menjamin risiko perluasan sebagaimana diatur dalam masing-masing endorsement. Hal ini merujuk kepada polis CAR bagian Jangka Waktu Jaminan yang menyebutkan bahwa tanggung jawab asuransi berakhir terhadap bagian dari kontrak pekerjaan yang diasuransikan yang telah diserahterimakan atau digunakan.
  • Dari tiga pilihan endorsement yang ada, tertanggung bisa meminta satu endorsement yang paling sesuai dengan kondisi risiko yang dimiliki, tentunya dengan persetujuan dari asuransi dan setelah membayar premi ekstra yang telah disepakati.
Keep learning ;-)

Referensi : Materi Presentasi Swiss Re

Jumat, 06 November 2015

Aplikasi Appraisement Clause (Klausula Penilaian)

Tulisan ini kembali membahas tentang salah satu klausula yang paling sering dilekatkan dalam polis asuransi Property All Risks (PAR) yaitu Appraisement Clause atau Klausula Penilaian.

Suatu klausula yang dilekatkan atau tercantum sebagai bagian dari terms and conditions polis tentunya memiliki maksud tertentu. Pelekatan Appraisement Clause dimaksudkan untuk memberikan keuntungan atau kemudahan bagi tertanggung pada saat mengajukan klaim. Keuntungan apa yang diberikan dalam klausula ini? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita lihat isi dari Appraisement Clause di bawah ini :

It is hereby agreed that if the aggregate claim for any one loss does not exceed 5% (five percent) of the sum insured on each item or items affected, no special inventory or appraisement of the undamaged property shall be required.

If two or more buildings be included in a single item, this provision shall apply to the range of buildings insured by this item.
For the purpose of this clause, the term "item" shall be held to apply to the total sum insured on building and/or contents by the items affected.
Bagian yang dicetak tebal pada paragraf pertama menyebutkan bahwa jika terjadi klaim pada suatu obyek pertanggungan polis PAR dengan nilai agregat untuk setiap kerugian tidak melebihi 5% (lima persen) dari total harga pertanggungan untuk setiap barang atau barang-barang yang mengalami kerusakan, maka tidak diperlukan suatu pemeriksaan atau penilaian khusus untuk harta benda yang tidak rusak.

Dari keterangan diatas, bisa kita ketahui beberapa informasi berikut :
  • Klausula ini hanya berlaku pada klaim partial loss (kerusakan sebagian)
  • Bila secara agregat nilai klaimnya kurang dari atau sama dengan 5% dari total harga pertanggungan barang-barang yang rusak, maka asuransi tidak perlu memeriksa atau menilai secara khusus barang-barang yang tidak mengalami kerusakan
Bagi tertanggung yang masih awam dengan praktek klaim asuransi, tentu akan timbul beberapa pertanyaan, seperti :
  1. Bukankah asuransi hanya akan mengganti obyek pertanggungan yang rusak saja?
  2. Kenapa harus ada penilaian atau pemeriksaan untuk harta benda yang tidak rusak?
Jawabannya karena bisa jadi terdapat penambahan atau pengurangan pada obyek pertanggungan selama periode polis berjalan, sehingga asuransi perlu untuk memastikan kembali apakah harga pertanggungan di polis masih sesuai dengan nilai obyek pertanggungan ketika kerusakan terjadi. 

Selain itu, ada juga kemungkinan dimana tertanggung mengasuransikan asetnya namun tidak memberikan rincian asetnya secara mendetail. Pada kasus seperti itu, asuransi tentu perlu memeriksa harta benda yang rusak dan yang selamat dari kerusakan.

Contoh berikut ini dapat menjelaskan konsekuensi dari pemeriksaan harta benda yang rusak dan selamat.

Contoh A 
Seorang tertanggung mengasuransikan asetnya sebagai berikut :
Bangunan : Rp. 300.000.000
Perabotan : Rp. 100.000.000
Total : Rp. 400.000.000

Di pertengahan periode polis, terjadi kebakaran pada aset perabotan dan hasil pemeriksaan petugas klaim asuransi adalah :
Perabotan yang rusak : Rp. 45.000.000
Perabotan yang selamat : Rp. 70.000.000
Total : Rp. 115.000.000

(Belakangan diketahui bahwa tertanggung telah membeli sejumlah perabotan baru senilai Rp. 15.000.000)

Karena nilai perabotan menjadi lebih besar dari harga pertanggungan di polis maka berlaku ketentuan General Condition poin 14 yaitu Average yang berbunyi :
Section I: If the property insured under any item shall at the commencement of any loss, damage or destruction hereby insured against be collectively of greater value than the respective sum insured, then the insured shall be considered as being his own insurer for the difference and shall bear a rateable share of the loss accordingly.
Maka ganti rugi asuransi pun dihitung secara prorata yaitu :
= (Harga Pertanggungan ÷ Nilai Total Perabotan) x Biaya Kerusakan
= (Rp. 100.000.000 ÷ Rp. 115.000.000) x Rp. 45.000.000
= Rp. 39.130.434

Melihat konsekuensi dari pemeriksaan barang yang rusak dan selamat yang berujung kepada perhitungan ganti rugi secara prorata, tentu tertanggung tidak berharap bahwa ganti ruginya akan berkurang dari nilai awal yang diajukan.

Oleh karena itu dilekatkanlah Appraisement Clause sehingga berlaku ketentuan yang dapat disimulasikan sebagai berikut :

Contoh B
Harga Pertanggungan Perabotan : Rp. 200.000.000
Nilai Kerusakan Perabotan : Rp. 9.000.000
Persentase Kerusakan : 4,5% dari Harga Pertanggungan

Karena persentase kerusakan secara agregat tidak melebihi 5% dari harga pertanggungan, maka asuransi tidak perlu melakukan pemeriksaan atau penilaian barang yang selamat dan ganti rugi sebesar Rp. 9.000.000 dapat dibayarkan kepada tertanggung (tentunya setelah dikurangi deductible atau risiko sendiri sesuai ketentuan polis).

Keep learning ;-)

Senin, 19 Oktober 2015

Aplikasi Average Relief Clause (Klausula Pembebasan Prorata)


Average Relief Clause atau klausula pembebasan prorata merupakan salah satu klausula yang sering digunakan pada polis Property/Industrial All Risks (PAR/IAR)

Klausula ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya underinsurance yang bisa terjadi jika biaya pemulihan kembali (reinstatement cost) lebih besar dari harga pertanggungan (sum insured). Konsekuensi dari underinsurance adalah diterapkannya perhitungan average atau prorata yang bisa mengurangi nilai ganti rugi dari asuransi.

Isi dari Average Relief Clause adalah sebagai berikut :

"If at the time of reinstatement, the sum representing 85% (eighty five percent) of the cost which would have been incurred in reinstatement of the whole property covered by such item had been destroyed exceeds the sum insured hereon at the breaking out of any perils hereby insured against or at the commencement of any destruction of or damage to such property by any other peril hereby insured against, then the Insured shall be considered as being his own insurer for the difference between the sum insured and the sum representing the cost of reinstatement of the whole of the property and shall bear a rateable proportion of the loss accordingly."

Pada intinya ketentuan diatas menyatakan bahwa jika pada saat dilakukan pemulihan, nilai yang mewakili 85% dari biaya yang dikeluarkan dalam pemulihan harta benda yang dijamin melebihi harga pertanggungan maka tertanggung akan dianggap sebagai penanggungnya sendiri untuk selisih antara harga pertanggungan dengan biaya pemulihan dan akan menanggung sebagian dari kerugian tersebut secara proporsional.

Perlu diperhatikan bahwa biaya pemulihan disini dituliskan the cost which would have been incurred in reinstatement of the whole property covered by such item had been destroyed yang berarti biaya yang seharusnya dikeluarkan dalam pemulihan kembali seandainya keseluruhan harta benda yang dijamin telah hancur. Hal tersebut secara sederhana berarti biaya bangun baru seluruh harta benda yang dipertanggungkan dalam hal seluruh harta benda yang dipertanggungkan rusak/hancur seluruhnya (total loss).

Aplikasi dari klausula ini sebagai berikut :

Contoh 1 :
Harga pertanggungan : Rp. 1.000.000.000 (biasa disebut Total Sum Insured)
Biaya Pemulihan : Rp. 1.300.000.000 (biasa disebut Value at Risk)
Nilai Kerugian : Rp. 500.000.000

85% dari Biaya Pemulihan :
= 85% × Rp. 1.300.000.000
= Rp. 1.105.000.000 (nilai ini lebih besar dari harga pertanggungan)

Karena 85% dari Biaya Pemulihan lebih besar dari Harga Pertanggungan maka ganti rugi kepada tertanggung akan diberikan secara prorata sebagaimana ketentuan no. 14 mengenai Average di General Condition polis Industrial/Property All Risk.

Perhitungannya sebagai berikut :
= (Harga Pertanggungan / Biaya Pemulihan) x Nilai Kerugian
= (Rp. 1.000.000.000 / Rp. 1.300.000.000) x Rp. 500.000.000
= Rp. 384.615.384.62

Dari perhitungan diatas maka ganti rugi dari Asuransi adalah sebesar Rp. 384.615.384.62. Sedangkan untuk sisanya sebesar Rp. 115.384.615.38 (Nilai Kerugian dikurangi ganti rugi dari Asuransi) akan menjadi tanggungan sendiri dari tertanggung.

Mengapa terjadi average atau perhitungan prorata pada nilai kerugian yang diajukan oleh tertanggung? Jawabannya karena harga pertanggungan tidak cukup untuk menutupi biaya pemulihan atau biaya bangun baru dari harta benda yang dipertanggungkan. 

Persyaratan harga pertanggungan sendiri disebutkan dalam polis Industrial/Property All Risk di poin 1 Special Conditions to Section I sebagai berikut :

the sums insured stated in the Schedule shall not be less than the cost of reinstatement as if such property were reinstated on the first day of the Period of Insurance which shall mean the cost of replacement of the insured items by new items in a condition equal to but not better or more extensive than its condition when new.

Terjemahannya adalah :
harga pertanggungan yang tercantum dalam Ikhtisar tidak boleh kurang dari biaya pemulihan seandainya harta benda tersebut dipulihkan pada hari pertama Jangka Waktu Asuransi yang berarti biaya penggantian benda yang diasuransikan dengan benda baru dalam kondisi yang sama tetapi tidak lebih baik atau lebih ekstensif dari kondisinya ketika baru. 

Contoh 2 :
Harga pertanggungan : Rp. 1.000.000.000 
Biaya Pemulihan : Rp. 1.150.000.000
Nilai Kerugian : Rp. 500.000.000

85% dari Biaya Pemulihan :
= 85% × Rp. 1.150.000.000


= Rp. 977.500.000 (nilai ini lebih kecil dari harga pertanggungan)

Karena 85% dari biaya pemulihan tidak melebihi harga pertanggungan maka ganti rugi yang diberikan tidak akan dikenakan perhitungan prorata.

Bila pada polis Industrial/Property All Risk tidak dilekatkan Average Relief Clause (85%) maka pada Contoh 2 akan langsung dikenakan perhitungan prorata. Hal tersebut karena harga pertanggungan tidak memenuhi ketentuan mengenai harga pertanggungan yang telah dibahas juga diatas.

Dari kedua contoh kasus tersebut, dapat kita tarik kesimpulan berikut :
  • Penerapan Average Relief Clause belum tentu menghindarkan tertanggung dari perhitungan prorata. 
  • Faktor penentu dari klausula ini adalah limit persentase biaya pemulihan yang tercantum dalam klausula dimana standar yang berlaku ialah 85%. Tentunya semakin kecil persentase yang digunakan maka kemungkinan tertanggung terkena perhitungan prorata semakin kecil pula.
  • Untuk menghindari perhitungan prorata, sangat direkomendasikan untuk memeriksa kembali berapa harga pertanggungan yang dituliskan di polis. Bila memang harga baru suatu peralatan atau mesin yang dipertanggungkan lebih tinggi dari harga pertanggungan yang tertulis di polis, maka sebaiknya tertanggung meminta ke pihak Asuransi untuk menambahkan harga pertanggungan di polis sesuai biaya bangun baru atau harga barunya.
Keep learning :-)

Minggu, 18 Oktober 2015

Penerapan Depresiasi Dalam Perhitungan Ganti Rugi Klaim Asuransi

Sebagai tertanggung, pernahkah anda melihat dalam perhitungan ganti rugi klaim anda dikenakan depresiasi? Bila pernah, mungkin anda pernah menanyakan beberapa pertanyaan berikut kepada petugas klaim yang melayani anda :
  1. Apa yang dimaksud dengan depresiasi?
  2. Mengapa klaim saya dikenakan depresiasi?
  3. Apa yang harus saya lakukan agar tidak terkena depresiasi?

Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab ketiga pertanyaan diatas. Untuk itu mari kita bahas satu persatu dibawah ini.

Apa yang dimaksud dengan depresiasi?

Depresiasi secara sederhana adalah penyusutan nilai. Suatu barang yang dikenakan depresiasi berarti nilai atau harga barang tersebut berkurang seiring dengan menurunnya umur ekonomis barang tersebut.


Contoh 1 :
Suatu rumah tinggal tipe 40 dibangun pada tahun 2010 dengan harga Rp. 300 juta. Umur ekonomis rumah tersebut diperkirakan mencapai 40 tahun. Berdasarkan data-data tersebut, dapat kita tentukan berapa nilai depresiasinya dan berapa harga rumah tersebut di tahun 2015 sebagai berikut :

Hitung rate depresiasinya
Nilai buku rumah pada 2010 adalah 100%. Dengan umur ekonomis 40 tahun maka rate depresiasinya adalah : 100% ÷ 40 tahun = 2,5% per tahun.

Hitung usia rumah
Usia rumah dihitung : 2015 – 2010 = 5 tahun.

Hitung nilai depresiasinya
Nilai depresiasi dihitung dengan menggunakan sebagai berikut : Rate Depresiasi x Usia Rumah = 2,5% per tahun x 5 tahun = 12,5% atau Rp. 37.500.000.

Hitung harga rumah tahun 2015
Harga rumah tahun 2015 dihitung dengan cara berikut :

= (100% – Nilai Depresiasi) x Harga Rumah Th. 2010
= (100% – 12,5%) x Rp. 300.000.000
= 87,5% x Rp. 300.000.000
= Rp. 262.500.000

Catatan :
  • Perhitungan depresiasi diatas dihitung dengan menggunakan metode straight-line yang biasa diterapkan pada bangunan.
  • Harga rumah yang dimaksud adalah harga bangunan saja (tidak termasuk harga tanah).

Mengapa klaim saya dikenakan depresiasi?
Penerapan depresiasi adalah suatu hal yang wajar dalam polis-polis yang dengan metode ganti rugi berbasis indemnity dimana penggantian yang diberikan asuransi bertujuan untuk mengembalikan kondisi barang yang diasuransikan ke kondisinya sesaat sebelum terjadinya kerugian.

Artinya bila suatu barang diasuransikan dengan kondisi baru, tentu asuransi akan memberi ganti rugi sesuai harga kondisi baru. Namun sebaliknya, bila barang tersebut diasuransikan dengan kondisi bekas, maka ganti rugi asuransi juga berdasarkan harga kondisi bekas. Untuk mendapatkan harga kondisi bekas inilah, maka asuransi akan menghitung depresiasi yang layak dikenakan pada nilai ganti rugi barang yang diasuransikan.

Pada polis asuransi rumah tinggal berbasis indemnity, misalnya Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (PSAKI), bila rumah yang diasuransikan bukan merupakan bangunan baru (sudah dibangun lebih dari satu tahun yang lalu) dan mengalami risiko kebakaran maka klaimnya sudah tentu akan memperhitungkan nilai depresiasi.

Mengapa demikian? Karena jaminan PSAKI menyebutkan secara jelas dalam Pasal 11 mengenai Cara Penyelesaian dan Penetapan Ganti Rugi yaitu : 

Penanggung (asuransi) berhak menentukan pilihannya untuk melakukan ganti rugi dengan cara :
11.1.1. Pembayaran uang tunai
11.1.2. Perbaikan kerusakan, ...
11.1.3. Penggantian kerusakan, ...
11.1.4. Membangun kembali, ...
Biaya-biaya diatas setelah memperhitungkan depresiasi teknis.

Contoh 2 :
Bila rumah di Contoh 1 diasuransikan dengan jaminan PSAKI sejak Januari 2015, kemudian mengalami kebakaran di tahun yang sama dan memerlukan biaya perbaikan sebesar Rp. 100 juta maka asuransi akan memberikan ganti rugi dengan nilai maksimal sebesar :

= (100% – Nilai Depresiasi) x Biaya Perbaikan
= (100% – 12,5%) x Rp. 100.000.000
= 87,5% x Rp. 100.000.000
= Rp. 87.500.000

Dapat dilihat bahwa penggantian dari asuransi tidak penuh sebesar Rp. 100 juta, namun dipotong oleh depresiasi menjadi sebesar Rp. 87,5 juta. Hal ini terjadi karena biaya perbaikan Rp. 100 juta adalah biaya pembangunan untuk kondisi baru (untuk rumah yang dibangun tahun 2015), sedangkan nilai Rp. 87,5 juta adalah biaya pembangunan untuk kondisi bekas (rumah yang dijamin dibangun tahun 2010).

Apa yang harus saya lakukan agar tidak terkena depresiasi?
Bila tertanggung tidak ingin ganti ruginya dikenakan depresiasi maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai berikut :
  1. Jangan menggunakan polis yang berbasis indemnity bila tertanggung ingin mengasuransikan barang yang kondisinya tidak baru lagi. Mintalah polis berbasis reinstatement atau new for old yang akan memberikan ganti rugi tanpa depresiasi. Namun perlu diketahui bahwa polis berbasis reinstatement akan mempersyaratkan tertanggung untuk mengasuransikan barangnya dengan harga kondisi baru tanpa melihat apakah barang yang diasuransikan adalah barang baru atau bekas.
  2. Jika ingin menggunakan polis berbasis indemnity, tertanggung sebaiknya hanya mengasuransikan barang yang kondisinya baru (bukan barang bekas dengan harga pertanggungan baru) karena barang baru tidak akan dikenakan depresiasi.
Sebagai tambahan, sebelum memutuskan untuk berasuransi disarankan kepada tertanggung agar lebih teliti dalam menanyakan mengenai perhitungan ganti rugi yang nantinya akan mereka dapatkan kepada agen atau petugas asuransi yang mereka temui. Hal ini memberi manfaat yang sangat besar sebelum terjadi klaim dimana besar ganti ruginya ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Keep learning :-)

Senin, 12 Oktober 2015

Underinsurance Pada Harga Pertanggungan Terdepresiasi Di Polis EEI


Underinsurance secara umum dapat diartikan sebagai harga pertanggungan yang lebih kecil dari harga sebenarnya barang yang diasuransikan. Ketentuan mengenai underinsurance pun telah diatur dalam isi polis EEI sebagai berikut :

"If the sum insured is less than the amount required to be insured, the Insurer shall pay only in such proportions as the sum insured bears to the amount required to be insured."

Artinya jika harga pertanggungan lebih kecil dari jumlah yang dipersyaratkan untuk diasuransikan, maka asuransi hanya membayar proporsi harga pertanggungan terhadap jumlah yang dipersyaratkan untuk diasuransikan.

Adanya kondisi khusus yang disebutkan diatas yaitu : lebih kecil dari jumlah yang dipersyaratkan untuk diasuransikan, menimbulkan satu pertanyaan berikut : 

"Berapa jumlah yang dipersyaratkan untuk diasuransikan?"

Untuk itu kita perlu melihat ketentuan mengenai harga pertanggungan dalam polis EEI sebagai berikut :

"It shall be a requirement of this insurance that the sum insured is equal to the cost of replacement of the Insured items by new items of the same kind and capacity ..."

Dalam ketentuan diatas disebutkan bahwa harga pertanggungan harus setara dengan biaya penggantian barang yang diasuransikan oleh barang baru dengan jenis dan kapasitas yang sama.

Artinya jika ada laptop merek A dengan spesifikasi XYZ buatan tahun 2012 yang dibeli dengan harga Rp. 15 juta oleh pemiliknya (tertanggung), kemudian akan diasuransikan pada tahun 2015, maka harga pertanggungannya harus menggunakan harga baru laptop merek A dengan spesifikasi yang serupa XYZ di tahun 2015 yang boleh jadi harganya lebih rendah, tetap sama, atau lebih tinggi dari harganya di tahun 2012 (dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat dalam beberapa tahun, harga barang tersebut kemungkinan lebih rendah karena adanya tipe baru yang lebih canggih).

Jadi dapat disimpulkan bahwa harga pertanggungannya harus harga baru barang yang diasuransikan, bukan harga yang sudah dikenakan depresiasi.

Namun bagaimana bila tertanggung ingin menggunakan harga pertanggungan yang terdepresiasi? 

Konsekuensi yang paling jelas terlihat pada saat tertanggung mengajukan klaim partial loss yaitu :

  • Pemberian ganti rugi akan diberikan oleh asuransi sesuai ketentuan polis EEI yang menyebutkan : "In case where damage to an insured item can be repaired, the Insurer shall pay expenses necessarily incurred to restore the damaged item to its former state of serviceability ...". Kata-kata yang dicetak tebal berarti asuransi akan membayar biaya yang diperlukan untuk memperbaiki barang yang rusak tersebut ke kondisi pakainya semula.  
  • Ketentuan selanjutnya menyebutkan : "No deduction shall be made for depreciation in respect of parts replaced, but the value of any salvage shall be taken into account". Artinya tidak ada potongan dibuat untuk depresiasi sehubungan dengan komponen yang diganti, tetapi nilai sisa barang akan diperhitungkan. Ketentuan ini jelas menyebutkan bahwa nilai ganti rugi tidak akan dipotong oleh depresiasi namun ada potongan dari nilai sisa barang yang akan mengurangi nilai ganti rugi dari asuransi.
  • Kemudian karena harga pertanggungan terdepresiasi (harganya lebih kecil dari harga pertanggungan yang dipersyaratkan oleh polis EEI) maka terjadi underinsurance dan nilai ganti rugi yang telah dipotong nilai sisa barang akan dikenakan perhitungan prorata (average). Contohnya : Nilai ganti rugi setelah dipotong nilai sisa barang Rp. 8 juta, harga pertanggungan terdepresiasi Rp. 15 juta, harga pertanggungan yang seharusnya Rp. 20 juta. Perbedaan harga pertanggungan : Rp. 15 juta / Rp. 20 juta = 75%. Nilai ganti rugi menjadi : 75% × Rp. 8 juta = Rp. 6 juta. Sehingga asuransi akan membayar ganti rugi sebesar Rp. 6 juta, dan sisanya Rp. 2 juta menjadi tanggungan dari tertanggung.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
  1. Menggunakan harga pertanggungan terdepresiasi memiliki konsekuensi terjadinya underinsurance dan dikenakan perhitungan prorata yang akan memperkecil nilai penggantian dari asuransi ke tertanggung.
  2. Satu-satunya keuntungan dari menggunakan harga pertanggungan terdepresiasi ialah jumlah premi yang dibayarkan menjadi lebih murah, namun bila melihat konsekuensinya ketika terjadi klaim maka sebaiknya tertanggung tetap mempertimbangkan memakai harga pertanggungan yang sesuai ketentuan polis EEI.
Salam sukses selalu.

Sabtu, 02 Mei 2015

Kerusakan Akibat Ledakan Tabung Gas, Apakah Dijamin Oleh Asuransi?

Ardhie Praditya Syam, ST, AAAIK


Berita kerusakan akibat ledakan tabung gas cukup familiar di layar televisi tanah air dan musibah tersebut bisa menimpa siapa saja yang menggunakannya untuk keperluan sehari-hari, baik di rumah tinggal ataupun tempat-tempat lain misalnya toko, restoran, kios-kios pasar, dan seterusnya. 

Nasabah yang memiliki polis asuransi tentu berharap bila musibah tersebut menimpa mereka, maka asuransi akan mengganti kerugian yang mereka derita. Namun apakah polis asuransi menjamin kerusakan akibat ledakan tabung gas? 

Bila anda mengasuransikan rumah tinggal atau bangunan apapun yang anda miliki, asuransi umumnya akan menawarkan dua pilihan polis asuransi, yaitu :
  1. Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia (selanjutnya disingkat PSAKI); atau
  2. Polis Property All Risks (selanjutnya disingkat PAR)


Mari kita bahas satu-persatu sebagai berikut :

PSAKI
Terdapat dua kemungkinan jenis risiko yang diakibatkan oleh ledakan tabung gas yaitu :

Kemungkinan pertama ialah tabung gas meledak dan menimbulkan kebakaran terhadap bangunan dan perabotan di dalamnya. Poin penting yang perlu diperhatikan disini adalah adanya kebakaran akibat ledakan tabung gas. Jaminan mengenai risiko kebakaran diatur pada PSAKI Bab I Butir 1.1 yang berbunyi :

"Kebakaran yang disebabkan oleh kekurang hati-hatian atau kesalahan Tertanggung atau pihak lain, ataupun karena sebab kebakaran lain sepanjang tidak dikecualikan dalam polis."

Adanya kalimat karena sebab kebakaran lain di atas menjadi dasar bagi asuransi untuk menjamin risiko kebakaran karena sebab apapun selama penyebabnya tidak termasuk dalam pengecualian yang disebutkan di PSAKI.


Kemungkinan kedua ialah tabung gas meledak namun tidak sampai menimbulkan kebakaran. Tentu ledakan tabung gas mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan perabotan di sekitarnya dan kerusakan inilah yang dilaporkan oleh nasabah ke asuransi. Apakah kerusakan ini dijamin? Jaminan mengenai risiko ledakan diatur pada PSAKI Bab I Butir 3 yang berbunyi :

"Ledakan yang berasal dari harta benda yang dipertanggungkan pada polis ini atau polis lain yang berjalan serangkai dengan polis ini untuk kepentingan Tertanggung yang sama."

Ketentuan PSAKI di atas menyebutkan bahwa ledakan harus berasal dari harta benda yang dipertanggungkan pada polis. Karena itu asuransi akan memeriksa apakah polis yang dipegang nasabah menjamin obyek selain bangunan. Bila tabung gas termasuk dalam obyek yang dijamin oleh polis maka kerusakan akibat ledakan di atas akan dijamin.


Yang menjadi masalah adalah bila polis hanya menjamin bangunan saja atau turut menjamin perabotan didalamnya tapi tidak terdapat rincian yang menyebutkan obyek tabung gas. Bila polis hanya menjamin bangunan saja, asuransi tentu memiliki alasan yang kuat untuk menolak klaim yang diajukan oleh nasabah. Dan bila polis turut menjamin perabotan namun tidak ada rincian jenis perabotan apa saja yang dijamin dalam polis maka nasabah akan diminta membuat rincian perabotan yang dijamin berdasarkan nilai pertanggungan untuk perabotan sesuai nilai yang tertera dalam ikhtisar polis.

PAR
Sesuai dengan namanya, polis PAR adalah polis yang menjamin seluruh risiko yang terjadi pada obyek pertanggungan. Namun perlu dicatat bahwa polis PAR tidak menjamin hal-hal atau risiko yang disebutkan dalam pengecualian polis baik pengecualian umum maupun khusus.

Pada polis PAR, risiko kerusakan akibat ledakan tabung gas dijamin tanpa membedakan apakah kerusakan terjadi akibat kebakaran atau ledakan tabung gas saja. Hal ini wajar karena risiko yang dijamin polis PAR jauh lebih luas dari PSAKI.

Namun perlu diketahui bahwa luasnya jaminan PAR membuat polis PAR tidak diperuntukkan untuk semua kalangan. Mengapa demikian? Karena tarif premi asuransi yang dikenakan dianggap tidak ekonomis untuk nasabah dengan total nilai pertanggungan kurang dari Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Kesimpulan :


  • Bila nasabah menginginkan agar kerusakan ledakan akibat tabung gas dijamin, sebaiknya dipastikan kembali apakah polis yang dimiliki menggunakan jaminan PSAKI atau PAR. 
  • Bila nasabah sudah terlanjur menggunakan PSAKI dan hanya menjamin bangunan saja, maka sebaiknya segera hubungi asuransi/agen asuransi yang bersangkutan untuk memasukkan perabotan (termasuk tabung gas) sebagai obyek yang dijamin (perlu dicatat bahwa asuransi akan meminta premi tambahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan asuransi).
  • Buatkan rincian perabotan yang akan dijamin termasuk jumlah dan perkiraan harganya dan berikan ke asuransi/agen asuransi yang bersangkutan sebelum klaim terjadi untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya dispute claim antara nasabah dengan asuransi di kemudian hari.

Kamis, 30 April 2015

Bagaimana Menghitung Manfaat Klaim Asuransi Kebakaran?

Ardhie Praditya Syam, ST, AAAIK



Bagaimana sebenarnya cara asuransi menghitung manfaat klaim asuransi kebakaran? Penulis sudah mencoba untuk mencari satu tulisan yang secara khusus membahas hal ini di mesin pencari Google, namun hasilnya nihil (entah karena keyword yang dimasukkan belum spesifik atau karena sebab lainnya). Padahal bila dipikir-pikir, nasabah asuransi pasti perlu tahu bagaimana cara asuransi menghitung manfaat klaim mereka agar kedua belah pihak tidak berada dalam posisi yang berat sebelah.

Menghitung manfaat klaim asuransi kebakaran membutuhkan pemahaman gabungan dalam ilmu teknik sipil dan asuransi. Kedua bidang tersebut tidak mungkin dipisahkan dalam perhitungan manfaat klaim asuransi kebakaran.

Demi mempertahankan estetika format penulisan dan kemudahan dalam memahami tulisan yang tentunya membahas hal-hal teknis maka penulis hanya akan memberikan tautan yang bisa langsung men-download tulisan tersebut disini

Selamat membaca dan semoga bermanfaat. 

NB : mohon tidak meng-copy paste tulisan ini tanpa menyebutkan nama penulis 

Jumat, 10 April 2015

Bagaimana Cara Kerja Klaim Asuransi?

Ardhie Praditya Syam, ST, AAAIK

Pada kebanyakan kasus klaim, tidak banyak dari nasabah asuransi yang benar-benar paham atau sekedar mengetahui bagaimana cara kerja klaim asuransi ketika tiba waktunya bagi mereka untuk memperoleh manfaat dari polis yang mereka punya. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, kebanyakan nasabah keberatan terhadap perhitungan manfaat (terutama penolakan) klaim yang diberikan asuransi karena mereka mengaku tidak dijelaskan di awal mengenai cara kerja klaim asuransi.

Hal tersebut mungkin terjadi karena sebagian besar tenaga marketing atau agen asuransi yang datang menawarkan produk asuransi kepada nasabah belum memberikan penjelasan utuh mengenai cara kerja klaim asuransi. Pendapat ini diambil dari kenyataan bahwa brosur-brosur produk asuransi yang digunakan tenaga marketing atau agen hanya memberikan gambaran tentang asuransi itu secara umum saja mengenai beberapa hal berikut :
· Jenis risiko yang dijamin
· Jenis risiko yang dikecualikan
· Jumlah atau besar manfaat yang akan diberikan bila terjadi risiko
· Persyaratan menjadi nasabah atau klien asuransi 
   (usia, pekerjaan, sehat jasmani dan rohani, dst.)
· Prosedur pengajuan klaim
· Dokumen-dokumen klaim yang diperlukan

Pertanyaan yang kemudian timbul adalah : apakah hal-hal tersebut sudah cukup jelas menggambarkan cara kerja klaim asuransi? Jawabannya tentu saja belum. Ada beberapa tahapan yang akan ditempuh oleh asuransi (yang tentunya terkait dengan nasabah) ketika terjadi klaim, dan hal tersebut belum disebutkan secara jelas dalam brosur. Disinilah tenaga marketing atau agen asuransi seharusnya turut berperan untuk memberikan gambaran singkat namun utuh mengenai cara kerja klaim asuransi yang sebenarnya.

Cara kerja klaim asuransi yang dimaksud adalah sebagai berikut :

A. Pelaporan Klaim
Nasabah diwajibkan segera melapor kepada pihak asuransi ketika terjadi risiko terhadap dirinya. Namun pada beberapa polis, terdapat ketentuan batas waktu pelaporan yang dalam sudut pandang nasabah belum tentu dapat dipenuhi. Contohnya harus melapor ke asuransi dalam waktu 3 x 24 jam setelah terjadi risiko. Hal tersebut sebaiknya tidak dicantumkan apalagi menjadi dasar dari penolakan klaim karena nasabah mungkin sedang berduka, stres akibat kerugian yang diderita, atau banyak hal yang harus diurus (selain klaim asuransi) sehingga nasabah tidak langsung ingat untuk melaporkan kerugiannya kepada asuransi. Hal ini tentunya sangat manusiawi dan patut untuk dimaklumi.


B. Survey ke lokasi terjadinya risiko
Dalam beberapa kasus, asuransi akan mengutus surveyor untuk mengunjungi lokasi risiko dan melakukan pengamatan langsung atas situasi di lokasi tersebut. Sebelum survey dilakukan, tentu surveyor akan membuat janji dengan nasabah atau orang yang ditunjuk nasabah untuk menemani surveyor di lokasi. Setelah survey selesai, surveyor akan memberikan laporan survey tersebut ke asuransi untuk ditindaklanjuti. Pada saat survey, biasanya nasabah juga diberitahu untuk melengkapi dokumen-dokumen klaim yang diperlukan dan segera diserahkan ke asuransi.

C. Melengkapi dokumen-dokumen klaim
Setelah klaim dilaporkan, asuransi akan merespon dengan meminta nasabah agar segera melengkapi dokumen-dokumen klaim yang diperlukan dan biasanya dokumen yang diminta tersebut cukup banyak yang tentunya membutuhkan banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya dari nasabah. Akibat dari proses ini cukup terasa bagi nasabah dimana semakin banyak waktu yang mereka gunakan untuk melengkapi dokumen, maka semakin lama pula mereka memperoleh kepastian atas klaim yang mereka ajukan.

D. Analisa asuransi terhadap klaim yang diajukan
Setelah dokumen lengkap terkumpul dan diterima oleh asuransi, maka tahapan klaim selanjutnya adalah asuransi akan melakukan penilaian (analisa) yang komprehensif terhadap klaim tersebut. Hal pertama yang dilakukan tentunya adalah menilai apakah klaim tersebut dijamin atau tidak dalam polis. Bila dijamin maka asuransi akan meneruskan ke tahap perhitungan manfaat asuransi. Namun bila ternyata risiko yang terjadi tidak dijamin atau dikecualikan dalam polis, asuransi akan memberikan surat resmi tertulis bahwa klaim tersebut tidak dapat diproses lebih jauh kepada nasabah. Perlu dicatat disini bahwa sebelum sampai pada kesimpulan bahwa klaim tersebut tidak dijamin, asuransi idealnya telah mengkaji secara mendalam perihal fakta-fakta yang menyatakan bahwa risiko yang terjadi tidak dijamin dalam polis.


E. Perhitungan manfaat dari asuransi
Pada tahap ini, asuransi akan menghitung berapa jumlah manfaat yang layak diterima oleh nasabah. Perlu diketahui bahwa dasar perhitungan asuransi berasal dari dokumen klaim, ikhtisar polis, dan tentunya wording polis yang digunakan.

Sebagai contoh, pada klaim asuransi kebakaran (PSAKI) yang hanya menjamin bangunan, manfaat klaim dihitung berdasarkan :


· Dokumen klaim :

   (1) Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari bangunan

   (2) Denah ukuran bangunan 

   (3) Foto-foto kerusakan 

   (4) Keterangan tahun bangun / renovasi terakhir

· Ikhtisar polis :

   (1) Nilai pertanggungan
   (2) Deductible / risiko sendiri
· Wording polis :
   (1) Pasal terkait hal-hal yang tidak dijamin polis
   (2) Pasal terkait metode ganti rugi
   (3) Pasal terkait depresiasi (penyusutan)

Penjelasan teknis mengenai perhitungan asuransi kebakaran dan contoh kasusnya akan dibahas pada tulisan lain.

F. Persetujuan nasabah atas jumlah manfaat dari asuransi
Setelah perhitungan selesai dan didapatkan jumlah manfaat yang layak diterima oleh nasabah, maka selanjutnya asuransi akan mengirimkan pemberitahuan (secara tertulis atau lisan) dan meminta persetujuan kepada nasabah mengenai jumlah manfaat tersebut. Bila nasabah langsung menyetujui, maka asuransi akan segera memproses ke bagian keuangan mereka agar pembayaran manfaat tersebut dapat diberikan ke pihak nasabah secepatnya (paling lama 14 hari kerja setelah persetujuan diterima oleh asuransi).

Namun adakalanya, nasabah keberatan atas jumlah manfaat dari asuransi karena dianggap tidak mencukupi untuk membangun kembali bangunan mereka yang rusak atau terbakar. Sebelumnya nasabah juga harus mengeluarkan biaya untuk pengurusan dokumen klaim seperti surat-surat kepolisian, administrasi ke kantor pemerintahan, dan seterusnya. Hal ini yang melatarbelakangi nasabah untuk mengajukan keberatan kepada asuransi.

Dalam situasi ini, sangat diharapkan kedua belah pihak dapat membuka pintu pengertian dan melihat opsi-opsi yang bisa memberikan hasil yang terbaik bagi kedua belah pihak. 

Dari segi asuransi, penulis berpendapat bahwa ada poin-poin tertentu dalam perhitungan manfaat asuransi (misal item-item pekerjaan di RAB dan besar depresiasi yang diterapkan) yang masih memungkinkan bagi nasabah untuk mendapatkan kenaikan dalam perhitungan manfaat asuransi namun tidak melanggar ketentuan polis asuransi. 

Dari segi nasabah, diharapkan setelah adanya penjelasan dan pemahaman mengenai cara kerja klaim asuransi dapat memaklumi bahwasanya asuransi bekerja berdasarkan sistem yang dibangun diatas prinsip-prinsip asuransi. Polis asuransi sendiri memang tidak dirancang untuk mengakomodir semua ‘keinginan’ nasabah karena hal tersebut bisa berakibat menurunkan atau mengurangi kemampuan asuransi untuk membayarkan klaim kepada semua nasabah yang berhak menerima manfaat atau bahkan lebih jauh lagi yaitu membuat asuransi menjadi bangkrut.


Poin A hingga F diatas menurut hemat penulis sudah cukup dalam menggambarkan cara kerja klaim asuransi. Sebagaimana disampaikan di awal tulisan ini, tenaga marketing atau agen asuransi diharapkan dapat menjelaskan dengan sebaik-sebaiknya cara kerja ini (disarankan untuk menggunakan media presentasi yang ringkas dan enak dipandang mata agar memudahkan penjelasan contohnya dengan tampilan slide powerpoint di tablet/smartphone/laptop) sehingga dapat mengurangi potensi adanya dispute antara asuransi dengan nasabah di kemudian hari.