Senin, 19 Oktober 2015

Aplikasi Average Relief Clause (Klausula Pembebasan Prorata)


Average Relief Clause atau klausula pembebasan prorata merupakan salah satu klausula yang sering digunakan pada polis Property/Industrial All Risks (PAR/IAR)

Klausula ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya underinsurance yang bisa terjadi jika biaya pemulihan kembali (reinstatement cost) lebih besar dari harga pertanggungan (sum insured). Konsekuensi dari underinsurance adalah diterapkannya perhitungan average atau prorata yang bisa mengurangi nilai ganti rugi dari asuransi.

Isi dari Average Relief Clause adalah sebagai berikut :

"If at the time of reinstatement, the sum representing 85% (eighty five percent) of the cost which would have been incurred in reinstatement of the whole property covered by such item had been destroyed exceeds the sum insured hereon at the breaking out of any perils hereby insured against or at the commencement of any destruction of or damage to such property by any other peril hereby insured against, then the Insured shall be considered as being his own insurer for the difference between the sum insured and the sum representing the cost of reinstatement of the whole of the property and shall bear a rateable proportion of the loss accordingly."

Pada intinya ketentuan diatas menyatakan bahwa jika pada saat dilakukan pemulihan, nilai yang mewakili 85% dari biaya yang dikeluarkan dalam pemulihan harta benda yang dijamin melebihi harga pertanggungan maka tertanggung akan dianggap sebagai penanggungnya sendiri untuk selisih antara harga pertanggungan dengan biaya pemulihan dan akan menanggung sebagian dari kerugian tersebut secara proporsional.

Perlu diperhatikan bahwa biaya pemulihan disini dituliskan the cost which would have been incurred in reinstatement of the whole property covered by such item had been destroyed yang berarti biaya yang seharusnya dikeluarkan dalam pemulihan kembali seandainya keseluruhan harta benda yang dijamin telah hancur. Hal tersebut secara sederhana berarti biaya bangun baru seluruh harta benda yang dipertanggungkan dalam hal seluruh harta benda yang dipertanggungkan rusak/hancur seluruhnya (total loss).

Aplikasi dari klausula ini sebagai berikut :

Contoh 1 :
Harga pertanggungan : Rp. 1.000.000.000 (biasa disebut Total Sum Insured)
Biaya Pemulihan : Rp. 1.300.000.000 (biasa disebut Value at Risk)
Nilai Kerugian : Rp. 500.000.000

85% dari Biaya Pemulihan :
= 85% × Rp. 1.300.000.000
= Rp. 1.105.000.000 (nilai ini lebih besar dari harga pertanggungan)

Karena 85% dari Biaya Pemulihan lebih besar dari Harga Pertanggungan maka ganti rugi kepada tertanggung akan diberikan secara prorata sebagaimana ketentuan no. 14 mengenai Average di General Condition polis Industrial/Property All Risk.

Perhitungannya sebagai berikut :
= (Harga Pertanggungan / Biaya Pemulihan) x Nilai Kerugian
= (Rp. 1.000.000.000 / Rp. 1.300.000.000) x Rp. 500.000.000
= Rp. 384.615.384.62

Dari perhitungan diatas maka ganti rugi dari Asuransi adalah sebesar Rp. 384.615.384.62. Sedangkan untuk sisanya sebesar Rp. 115.384.615.38 (Nilai Kerugian dikurangi ganti rugi dari Asuransi) akan menjadi tanggungan sendiri dari tertanggung.

Mengapa terjadi average atau perhitungan prorata pada nilai kerugian yang diajukan oleh tertanggung? Jawabannya karena harga pertanggungan tidak cukup untuk menutupi biaya pemulihan atau biaya bangun baru dari harta benda yang dipertanggungkan. 

Persyaratan harga pertanggungan sendiri disebutkan dalam polis Industrial/Property All Risk di poin 1 Special Conditions to Section I sebagai berikut :

the sums insured stated in the Schedule shall not be less than the cost of reinstatement as if such property were reinstated on the first day of the Period of Insurance which shall mean the cost of replacement of the insured items by new items in a condition equal to but not better or more extensive than its condition when new.

Terjemahannya adalah :
harga pertanggungan yang tercantum dalam Ikhtisar tidak boleh kurang dari biaya pemulihan seandainya harta benda tersebut dipulihkan pada hari pertama Jangka Waktu Asuransi yang berarti biaya penggantian benda yang diasuransikan dengan benda baru dalam kondisi yang sama tetapi tidak lebih baik atau lebih ekstensif dari kondisinya ketika baru. 

Contoh 2 :
Harga pertanggungan : Rp. 1.000.000.000 
Biaya Pemulihan : Rp. 1.150.000.000
Nilai Kerugian : Rp. 500.000.000

85% dari Biaya Pemulihan :
= 85% × Rp. 1.150.000.000


= Rp. 977.500.000 (nilai ini lebih kecil dari harga pertanggungan)

Karena 85% dari biaya pemulihan tidak melebihi harga pertanggungan maka ganti rugi yang diberikan tidak akan dikenakan perhitungan prorata.

Bila pada polis Industrial/Property All Risk tidak dilekatkan Average Relief Clause (85%) maka pada Contoh 2 akan langsung dikenakan perhitungan prorata. Hal tersebut karena harga pertanggungan tidak memenuhi ketentuan mengenai harga pertanggungan yang telah dibahas juga diatas.

Dari kedua contoh kasus tersebut, dapat kita tarik kesimpulan berikut :
  • Penerapan Average Relief Clause belum tentu menghindarkan tertanggung dari perhitungan prorata. 
  • Faktor penentu dari klausula ini adalah limit persentase biaya pemulihan yang tercantum dalam klausula dimana standar yang berlaku ialah 85%. Tentunya semakin kecil persentase yang digunakan maka kemungkinan tertanggung terkena perhitungan prorata semakin kecil pula.
  • Untuk menghindari perhitungan prorata, sangat direkomendasikan untuk memeriksa kembali berapa harga pertanggungan yang dituliskan di polis. Bila memang harga baru suatu peralatan atau mesin yang dipertanggungkan lebih tinggi dari harga pertanggungan yang tertulis di polis, maka sebaiknya tertanggung meminta ke pihak Asuransi untuk menambahkan harga pertanggungan di polis sesuai biaya bangun baru atau harga barunya.
Keep learning :-)

2 komentar:

  1. wah... mantap banget nih, untuk nambah pengetahuan.

    BalasHapus
  2. ijin, bedanya biaya pemulihan dan nilai kerugian itu apa? terima kasih untuk responnya, salam

    BalasHapus