Jumat, 06 November 2015

Aplikasi Appraisement Clause (Klausula Penilaian)

Tulisan ini kembali membahas tentang salah satu klausula yang paling sering dilekatkan dalam polis asuransi Property All Risks (PAR) yaitu Appraisement Clause atau Klausula Penilaian.

Suatu klausula yang dilekatkan atau tercantum sebagai bagian dari terms and conditions polis tentunya memiliki maksud tertentu. Pelekatan Appraisement Clause dimaksudkan untuk memberikan keuntungan atau kemudahan bagi tertanggung pada saat mengajukan klaim. Keuntungan apa yang diberikan dalam klausula ini? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita lihat isi dari Appraisement Clause di bawah ini :

It is hereby agreed that if the aggregate claim for any one loss does not exceed 5% (five percent) of the sum insured on each item or items affected, no special inventory or appraisement of the undamaged property shall be required.

If two or more buildings be included in a single item, this provision shall apply to the range of buildings insured by this item.
For the purpose of this clause, the term "item" shall be held to apply to the total sum insured on building and/or contents by the items affected.
Bagian yang dicetak tebal pada paragraf pertama menyebutkan bahwa jika terjadi klaim pada suatu obyek pertanggungan polis PAR dengan nilai agregat untuk setiap kerugian tidak melebihi 5% (lima persen) dari total harga pertanggungan untuk setiap barang atau barang-barang yang mengalami kerusakan, maka tidak diperlukan suatu pemeriksaan atau penilaian khusus untuk harta benda yang tidak rusak.

Dari keterangan diatas, bisa kita ketahui beberapa informasi berikut :
  • Klausula ini hanya berlaku pada klaim partial loss (kerusakan sebagian)
  • Bila secara agregat nilai klaimnya kurang dari atau sama dengan 5% dari total harga pertanggungan barang-barang yang rusak, maka asuransi tidak perlu memeriksa atau menilai secara khusus barang-barang yang tidak mengalami kerusakan
Bagi tertanggung yang masih awam dengan praktek klaim asuransi, tentu akan timbul beberapa pertanyaan, seperti :
  1. Bukankah asuransi hanya akan mengganti obyek pertanggungan yang rusak saja?
  2. Kenapa harus ada penilaian atau pemeriksaan untuk harta benda yang tidak rusak?
Jawabannya karena bisa jadi terdapat penambahan atau pengurangan pada obyek pertanggungan selama periode polis berjalan, sehingga asuransi perlu untuk memastikan kembali apakah harga pertanggungan di polis masih sesuai dengan nilai obyek pertanggungan ketika kerusakan terjadi. 

Selain itu, ada juga kemungkinan dimana tertanggung mengasuransikan asetnya namun tidak memberikan rincian asetnya secara mendetail. Pada kasus seperti itu, asuransi tentu perlu memeriksa harta benda yang rusak dan yang selamat dari kerusakan.

Contoh berikut ini dapat menjelaskan konsekuensi dari pemeriksaan harta benda yang rusak dan selamat.

Contoh A 
Seorang tertanggung mengasuransikan asetnya sebagai berikut :
Bangunan : Rp. 300.000.000
Perabotan : Rp. 100.000.000
Total : Rp. 400.000.000

Di pertengahan periode polis, terjadi kebakaran pada aset perabotan dan hasil pemeriksaan petugas klaim asuransi adalah :
Perabotan yang rusak : Rp. 45.000.000
Perabotan yang selamat : Rp. 70.000.000
Total : Rp. 115.000.000

(Belakangan diketahui bahwa tertanggung telah membeli sejumlah perabotan baru senilai Rp. 15.000.000)

Karena nilai perabotan menjadi lebih besar dari harga pertanggungan di polis maka berlaku ketentuan General Condition poin 14 yaitu Average yang berbunyi :
Section I: If the property insured under any item shall at the commencement of any loss, damage or destruction hereby insured against be collectively of greater value than the respective sum insured, then the insured shall be considered as being his own insurer for the difference and shall bear a rateable share of the loss accordingly.
Maka ganti rugi asuransi pun dihitung secara prorata yaitu :
= (Harga Pertanggungan ÷ Nilai Total Perabotan) x Biaya Kerusakan
= (Rp. 100.000.000 ÷ Rp. 115.000.000) x Rp. 45.000.000
= Rp. 39.130.434

Melihat konsekuensi dari pemeriksaan barang yang rusak dan selamat yang berujung kepada perhitungan ganti rugi secara prorata, tentu tertanggung tidak berharap bahwa ganti ruginya akan berkurang dari nilai awal yang diajukan.

Oleh karena itu dilekatkanlah Appraisement Clause sehingga berlaku ketentuan yang dapat disimulasikan sebagai berikut :

Contoh B
Harga Pertanggungan Perabotan : Rp. 200.000.000
Nilai Kerusakan Perabotan : Rp. 9.000.000
Persentase Kerusakan : 4,5% dari Harga Pertanggungan

Karena persentase kerusakan secara agregat tidak melebihi 5% dari harga pertanggungan, maka asuransi tidak perlu melakukan pemeriksaan atau penilaian barang yang selamat dan ganti rugi sebesar Rp. 9.000.000 dapat dibayarkan kepada tertanggung (tentunya setelah dikurangi deductible atau risiko sendiri sesuai ketentuan polis).

Keep learning ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar