Minggu, 08 Mei 2016

Second Best Risk Pada Asuransi Properti (Tema Underwriting)


Istilah Best Risk
Dalam profesi underwriter, istilah best risk merupakan istilah yang sangat populer. Istilah ini biasa dilekatkan pada obyek asuransi dengan kemungkinan timbulnya risiko sangat kecil atau low risk.

Pada asuransi harta benda, risiko yang dimiliki oleh suatu obyek asuransi termasuk kategori best risk bila memenuhi beberapa kriteria diantaranya sebagai berikut :
  1. Kelas konstruksi 1
  2. Okupasi kategori 1 (low risk)
  3. Terdapat fasilitas pemadam kebakaran yang berfungsi baik
  4. Terdapat petugas keamanan yang menjaga lokasi 24 jam sehari
  5. Belum pernah terjadi kerugian atau kerusakan akibat risiko yang dijamin polis
  6. Bukan daerah rawan bencana alam
Tertanggung yang memenuhi kriteria best risk diatas tentunya lebih disukai oleh underwriter dan mudah dalam memperoleh persetujuan penerbitan polisnya.

Sebagai informasi, bila seorang calon tertanggung ingin mengajukan pembuatan polis asuransi, maka yang akan melakukan penilaian risiko dan kemudian menyetujui atau menolak berdasarkan penilaian tersebut adalah underwriter.

Tuntutan Peran Underwriter
Namun seiring dengan adanya tuntutan pencapaian target produksi premi yang meningkat setiap tahunnya, seorang underwriter biasanya akan dituntut perannya untuk :
  • Menerima atau menyetujui polis best risk sebanyak-banyaknya
  • Meminimalisir penolakan pengajuan polis high risk
  • Melakukan pelayanan berupa penilaian risiko dan memberikan persetujuan (akseptasi) dengan cepat
Dengan adanya tuntutan diatas, maka adakalanya underwriter akan menemui situasi tertentu seperti lebih banyak pengajuan polis high risk yang masuk dibandingkan pengajuan polis best risk (contohnya : pabrik plastik atau pabrik kayu (okupasi berisiko tinggi) atau bangunan dengan kelas konstruksi 2 dan 3).

Pabrik Sepatu

Pada situasi seperti itu, posisi underwriter tentu tidak memungkinkan untuk menerbitkan banyak penolakan karena adanya pertimbangan bisnis untuk mencapai target produksi premi dan surplus underwriting. Namun menerima polis high risk dalam jumlah banyak juga memiliki konsekuensi serius yaitu meningkatnya potensi terjadinya klaim dengan nilai besar.

Pabrik Plastik Injection

Sampai pada titik ini, mungkin timbul satu pertanyaan yaitu :
“Apakah mungkin polis high risk dapat diperlakukan seperti polis best risk?”

Second Best Risk
Pendekatan yang mungkin dapat diterapkan untuk menjawab pertanyaan diatas ialah dengan merubah kriteria best risk sebagaimana telah disebutkan. Kriteria best risk sebaiknya tidak lagi melihat poin 1 s/d 6 diatas, melainkan didasari oleh “apakah tertanggung dan karyawannya melaksanakan antisipasi (manajemen) risiko yang baik dalam menjalankan kegiatan usahanya?”.

Pada okupasi-okupasi high risk, tertanggung yang memiliki kesadaran risiko yang tinggi seharusnya sudah memiliki langkah-langkah atau kebijakan untuk mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi pada obyek yang diasuransikan. Sebagai contoh, tertanggung menerapkan kebijakan ketat untuk :
  • Larangan merokok di area pabrik atau workshop
  • Membersihkan area pabrik dari sampah atau material sisa setiap sore hari sebelum jam pulang karyawan
  • Pengisian ulang APAR sebelum expiry date
  • Membentuk tim khusus pemadam kebakaran beranggotakan karyawan
  • Mengganti instalasi listrik yang fungsinya sudah menurun atau tidak layak pakai lagi
  • Menempatkan material-material yang mudah terbakar di lokasi terpisah dan aksesnya dibatasi khusus personil tertentu
  • Membuat jalur evakuasi untuk situasi darurat
  • Melakukan risk improvement yang memadai bila sebelumnya sudah pernah terjadi risiko
Langkah-langkah atau kebijakan diatas merupakan bagian dari antisipasi risiko berupa pencegahan dan meminimalisir nilai kerugian yang mungkin timbul. Informasi mengenai tertanggung tersebut bisa didapatkan melalui laporan survey risiko dan dokumen penutupan lainnya.

Bila tertanggung sudah menjalankan kebijakan semacam diatas, maka underwriter tentunya memiliki alasan untuk menyetujui penerbitan polis-polis high risk. Kata kuncinya adalah sejauh mana tertanggung dapat meyakinkan underwriter bahwa tertanggung benar-benar memahami kondisi risiko usahanya dan telah melakukan antisipasi yang cukup untuk mencegah dan meminimalisir kerugian ketika terjadi risiko.

Polis-polis high risk yang disetujui underwriter setelah menggunakan pendekatan kriteria baru ini selayaknya disebut second best risk. Mengapa demikian? Jawabannya karena risiko yang disetujui underwriter dapat diyakini merupakan risiko tinggi yang cukup aman dimana tertanggung telah berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga risiko usahanya.

Bagaimana dengan tertanggung yang tidak menjalankan antisipasi risiko yang cukup? Perlu diketahui bahwa underwriter tidak diperkenankan melakukan spekulasi hanya berdasarkan perkiraan atau insting semata. Persetujuan atau penolakan yang diberikan harus didasarkan oleh fakta dan data yang disampaikan oleh tertanggung baik secara lisan atau tertulis. Bila fakta dan data menyatakan bahwa antisipasi risiko yang dijalankan oleh tertanggung tidak memadai untuk jenis usahanya yang high risk, maka underwriter bisa menyetujui dengan memberikan rate dan deductible yang lebih tinggi atau menolak dengan alasan yang jelas.


Seluruh underwriter tentu berharap agar tertanggung tidak memandang sebelah mata mengenai antisipasi risiko kegiatan usahanya, terutama bagi tertanggung yang memiliki jenis usaha high risk. Selain lebih mudah mendapatkan persetujuan dan lebih cepat dalam penerbitan polisnya, tertanggung dengan antisipasi risiko yang baik ketika terjadi klaim nanti juga diperkirakan akan dimudahkan dalam proses klaimnya.

Keep learning ;-)